Jakarta, – Dewan Pers menyebut selama tahun 2023 sudah ratusan pengaduan yang masuk terkait pemberitaan menyimpang dari kaedah jurnalistik. Hal itu, tercatat di Komisi Pengaduan sejak bulan Januari hingga September 2023.
Komisi Pengaduan Dewan Pers Yadi Hendrayana mengaku, dimasa sekarang banyak laporan terkait sebuah produk jurnalistik yang mengabaikan etika dan panduan penulisan berita yang tidak mengacu pada dasar 5W 1H.
“Fakta dilapangan yang terjadi saat ini banyak media yang menggunakan simbol negara yang mengarah pada pemberitaan bohong dengan tujuan tertentu. Hal itu makin menjadi saat memasuki pesta demokrasi di tingkat daerah dan sekala nasional,” katanya, diacara Sarasehan IJTI dua hari lalu di Jakarta.
Yadi merinci, pada tahun 2023 ada sekitar 619 pengaduan yang masuk ke Dewan Pers terkait sebuah pemberitaan. Untuk mengidentifikasi hal itu, seluruh media mainstrem harus menjunjung tinggi jurnalisme yang positif, untuk mengawal literasi digitalisasi informasi itu sendiri.
“Kenapa media yang belum menjalani verifikasi sangat rusak di hampir setiap daerah. Angkanya diatas 50 ribu hostingan yang mengarah ke pemerasan yang mengangkat berira bohong demi tujuan tertentu,” ujarnya.
Mereka itu, kata Yadi, bukan insan pers, tetapi bisa dikatakan sebagai penunggang gelap yang ingin memanfaatkan instrumen media dengan kemasan produk jurnalistik tertentu yang mengatasnamakan kebebasan pers. Seperti penggunaan atribut alat negara yang bisa disebut sebagai penjahat pers.
Seperti contoh, konflik lahan di Pulau Rempang, Galang, Batam yang notabene untuk kemajuan suatu daerah tentu terus disusupi dengan pemberitaan bohong oleh pihak yang tidak bertanggungjawab perlu segera diantisipasi oleh intrumen media yang kredibel dan independen. (Rid)