Jakarta, – Ikatan jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah (Pengda) Kepulauan Riau (Kepri) menghadiri Sarasehan Nasional demi tumbuh kembangkan jurnalisme positif untuk menjaga kemerdekaan pers di era digital, Sabtu (7/10/23) di Hotel Milenium Jakarta.
Memasuki usia ke 25 tahun, IJTI bertanggungjawab memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara melalui karya karya jurnalis audio visual berkualitas. IJTI didirikan pada 9 Agustus 1998 merupakan wadah bagi para jurnalis televise serta platform audio visual.
Komitmen IJTI adalah menjaga professional para jurnalis televise di Indonesia, IJTI terus berusaha berkontribusi dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara melalui karya karya jurnalis audio visual berkualitas.
HUT ke 25 IJTI akan dirayakan dengan melaksanakan seluruh anggota IJTI dari berbagai daerah di Indonesia, kegiatan yang akan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo, dengan tema menumbuhkan jurnalisme positif demi menjaga kemerdekaan pers.
Dewan Pertimbangan IJTI Pusat Dr Makroen Sanjaya mengatakan, jurnalis kini berada di dunia yang ‘abu-abu’ yang harus dapat meminimalisir disinformasi. Tantangan dalam menangkal berita bohong terkait sosial, budaya dan politik di tengah komplikasi pemberitaan di Era digital.
“Kerja jurnalis dimasa sekarang sangat kompleks saat mengadapi distrupsi digital yang sangat luar biasa. Produk jurnalistik yang kredibel dan independen harus disertai dengan kecepatan mengidentifikasi konten hoax,” tegasnya.
Makroen menjelaskan, Digital Presence harus dicermati dan dikelola dengan baik secara jeli dan mendalam, melihat suatu permasalahan yang kemudian dikemas menjadi sebuah produk jurnalistik. Era distrupsi butuh regulasi, culture, mindset dan marketing yang mumpuni.
Sementara itu, Ketua IJTI Kepri Gusti Yenosa mendukung, kegiatan seperti ini perlu dilakukan dan diikuti oleh seluruh insan pers di media televisi untuk mendukung kebebasan pers yang sempurna dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tantangan dalam menangkal berita bohong, terkait sosial, budaya dan politik di tengah komplikasi pemberitaan di Era digital sangat kompleks. Apalagi dimasa sekarang banyak platform digital yang menyajikan informasi beragam.
“Kerja jurnalis dimasa sekarang sangat kompleks saat mengadapi distrupsi digital yang sangat luar biasa. Produk jurnalistik yang kredibel dan independen harus disertai dengan kecepatan mengidentifikasi konten hoax,” kata wanita yang akrab disapa Oca ini di Jakarta.
Menurutnya, yang mengaku insan pers, tetapi ingin memanfaatkan instrumen media dengan kemasan produk jurnalistik tertentu yang mengatasnamakan kebebasan pers. Seperti penggunaan atribut alat negara yang bisa disebut sebagai penjahat pers.
“IJTI setiap tahun terus mengadakan acara seperti ini yang dikemas dengan Rapat Kerja Nasional (Rakornas) sangat bagus untuk meningkatkan kuwalitas jurnalis media mainstreim. Memasuki tahun politik pasti banyak bertebaran berita bohong menyangkut figur atau sosok tertentu yang patut diluruskan,” terangnya.
Seperti contoh, konflik lahan di Pulau Rempang, Galang, Batam yang notabene untuk kemajuan suatu daerah tentu terus disusupi dengan pemberitaan bohong oleh pihak yang tidak bertanggungjawab perlu segera diantisipasi oleh intrumen media yang kredibel dan independen. (Nug)