Jakarta, (GN) – Presiden RI Joko Widodo belum lama ini menanggil enam ketua umum partai politik untuk hadir ke Istana Merdeka, Jakarta, tepatnya pada Selasa (2/5). Enam pimpinan partai politik yang hadir adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt. Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Jokowi pun menepis anggapan bahwa dirinya telah “cawe-cawe” atau turut campur dalam proses jelang pemilihan umum (Pemilu 2024), lewat pertemuan itu. Jokowi mengatakan bahwa ia hanya berdiskusi dengan keenam ketua umum partai itu dalam pertemuan tersebut.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengaku menyayangkan langkah Jokowi yang hanya memanggil enam petinggi partai politik itu. Menurutnya, Jokowi sebagai pemimpin negara seharusnya dapat menjadi presiden semua rakyat Indonesia, termasuk juga presiden bagi seluruh partai politik.
“Kalau memang itu tujuannya bukan untuk politik praktis, itu harusnya semuanya diperlakukan sama. Bahkan, kalau perlu, kalau memang tujuannya pengamanan Pemilu, ya partai-partai baru pun diundang,” kata Firman Noor, dikutip dari gatra.com, Sabtu (6/5/23).
Jadi, istana presiden itu bukan milik segolongan saja, bukan milik sekelompok politik saja yang notabenenya juga adalah hanya pendukung presiden,” imbuhnya.
Firman menilai, meski pertemuan itu tidak secara detail membahas mengenai sosok calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), kehadiran keenam tokoh partai saat itu dipandangnya dapat menjadi simbol bahwa hanya sejumlah pihak saja yang dianggap oleh Presiden seolah cukup untuk mewakili seluruh partai politik.
“Jadi, enggak salah juga sih kalau kemudian orang berpersepsi seperti itu ya (presiden cawe-cawe), tapi mungkin juga bukan cawe-cawenya yang jadi persoalan, tapi adalah bagaimana etika seorang presiden di dalam situasi politik seperti saat ini,” ucap Firman.
“Kalau memang ingin mendamaikan dan membuat situasi lebih kondusif, dan dalam bahasa gampangnya, membuat adem politik kita, ya apa salahnya mengundang seluruh partai politik?” tambahnya dalam kesempatan itu.
Firman memandang, tidak sepatutnya hal itu dilakukan. Pasalnya, institusi kepresidenan saat ini telah melekat dan tak dapat serta-merta luput dari diri seorang Jokowi. Terlebih, pertemuan itu dilaksanakan di Istana Merdeka, yang Firman nilai semakin menebalkan posisi kepresidenan Jokowi.
“[Presiden Jokowi] harusnya bisa lebih bersikap sebagai seorang presiden, sehingga kalau memang tidak membicarakan capres-cawapres, ya undang semua, kalau memang ini untuk kepentingan agar pemilu nanti berjalan dengan baik ya mengundang semua partai. Termasuk partai-partai yang sudah eligible ya untuk bertarung di Pemilu nanti, partai-partai baru, gitu. Kenapa hanya enam?” ujarnya.(*/ed)