OPINI  

Tiket Penerbangan Domestik Kok Lebih Mahal dari ke Luar Negeri!

banner 120x600
banner 468x60
Share

Batam, [GT] – Ironi dunia penerbangan kembali jadi sorotan publik. Harga tiket pesawat rute Batam–Jakarta kini tembus di kisaran Rp1,5 juta hingga Rp2 juta sekali jalan, tergantung waktu dan maskapai.

Padahal, dengan nominal yang sama, masyarakat bisa terbang dari Singapura ke Bangkok atau bahkan ke Kuala Lumpur pulang-pergi.

banner 325x300

Fenomena tiket pesawat domestik yang lebih mahal daripada penerbangan luar negeri menimbulkan tanda tanya besar. Bagi masyarakat Kepulauan Riau (Kepri) yang sering bepergian ke ibu kota untuk urusan bisnis atau keluarga, kondisi ini jelas memberatkan.

Avtur Mahal, Kompetisi Terbatas

Menurut Ekonom Transportasi Institut Kajian Ekonomi dan Logistik, Deni Wahyudi, harga tiket pesawat di Indonesia sulit turun karena biaya operasional maskapai terlalu tinggi, terutama harga bahan bakar avtur.

“Harga avtur di Indonesia masih 10 sampai 15 persen lebih mahal dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN. Kalau bahan bakar saja sudah tinggi, otomatis harga tiket juga ikut naik,” jelas Deni saat dihubungi, Selasa (15/10).

Selain itu, struktur pasar penerbangan domestik masih dikuasai segelintir grup besar, seperti Garuda Group dan Lion Group. Akibatnya, kompetisi harga menjadi terbatas.
“Di banyak rute strategis, termasuk Batam–Jakarta, pemainnya itu-itu saja. Merek maskapainya berbeda, tapi induknya sama. Persaingan jadi tidak sehat,” tambah Deni.

Bandara Mahal, Pajak Tinggi

Tak hanya soal avtur, komponen biaya di bandara juga ikut memengaruhi harga tiket. Tarif layanan bandara (Passenger Service Charge/PSC) di Bandara Soekarno-Hatta dan Hang Nadim Batam masih terbilang tinggi.

Pengamat penerbangan Alvin Lie menilai hal ini sebagai salah satu penyebab utama mahalnya tiket domestik.

“PSC di Indonesia relatif tinggi. Bandara kita punya fasilitas bagus, tapi harganya juga tidak murah. Ini jadi beban tambahan bagi maskapai dan penumpang,” ujarnya.

Selain PSC, penjualan tiket melalui agen daring (online travel agent/OTA) juga membuat harga naik karena adanya margin komisi. Sementara di negara lain, maskapai menjual tiket langsung ke konsumen dengan biaya layanan rendah.

Armada Belum Pulih, Permintaan Naik

Pasca-pandemi COVID-19, jumlah pesawat maskapai di Indonesia belum kembali normal. Banyak pesawat masih dalam tahap perawatan atau belum kembali dari leasing luar negeri. Namun di sisi lain, permintaan penumpang melonjak tajam, terutama di rute padat seperti Batam–Jakarta dan Batam–Surabaya.

“Supply kursi masih terbatas, tapi permintaan sudah tinggi lagi. Akhirnya harga naik karena sistem penjualan tiket diatur berdasarkan ketersediaan kursi,” jelas Alvin Lie.

Terbang ke Luar Negeri Justru Lebih Murah

Perbandingan harga semakin terasa jomplang jika melihat pasar penerbangan di Asia Tenggara. Maskapai berbiaya rendah (low-cost carrier) seperti AirAsia, Scoot, dan VietJet mampu menawarkan tarif murah karena efisiensi operasional dan dukungan pemerintah.

Sebagai contoh, tiket pesawat dari Singapura ke Bangkok bisa didapat hanya Rp900 ribu–Rp1,2 juta pulang-pergi. Sedangkan rute Batam–Jakarta yang jaraknya lebih dekat justru menembus dua kali lipatnya.

“Negara lain berlomba membuka langitnya agar kompetitif dan menarik wisatawan. Kita malah membuat terbang antarprovinsi lebih mahal dari antarnegara,” kritik Deni.

Perlu Langkah Konkret Pemerintah

Pemerintah diminta tidak tinggal diam menghadapi mahalnya harga tiket domestik. Deni dan Alvin sama-sama menilai perlunya langkah konkret agar masyarakat tidak semakin terbebani.
Beberapa rekomendasi yang mereka usulkan, antara lain:

Menurunkan harga avtur dengan menyesuaikan pajak bahan bakar penerbangan. Meninjau ulang tarif PSC di bandara utama, termasuk Bandara Hang Nadim Batam.

Memberikan insentif bagi maskapai yang membuka rute baru antarwilayah. Meningkatkan transparansi harga tiket dan mendorong kompetisi sehat.

“Pemerintah harus berani membuka pasar agar lebih kompetitif. Jangan sampai masyarakat Batam lebih memilih terbang ke Singapura dulu baru lanjut ke Jakarta karena lebih murah. Itu absurd tapi nyata,” ujar Alvin Lie.

Kesimpulannya, mahalnya tiket domestik seperti Batam–Jakarta bukan sekadar isu musiman, tapi cerminan dari persoalan mendalam di industri penerbangan nasional.

Saat negara lain menurunkan hambatan agar masyarakatnya mudah terbang, langit Indonesia justru terasa semakin tinggi dan mahal bagi rakyatnya sendiri.(*)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *