Jakarta, (GT) -Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang ditempat kasus sengketa penjualan ruko milik Harjianto Latifah, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan Jumat (15/12/23).
Pemilik ruko juga sempat menggelar aksi unjuk rasa, untuk memprotes dan mencari keadilan dalam kasus tersebut.
Kisah pelik yang dialami Harjianto bermula, ketika dia berencana untuk menjual tanah beserta bangunan ruko seluas 372 meter persegi miliknya, pada 2006 lalu.
Dia mulai mencari orang yang ingin membeli bangunan ruko tersebut.
Tak lama, HS mendapat informasi dari rekannya berinisal S, bahwa ruko milik Harjianto tengah dijual.
Dari situ, HS mengatakan kepada S, jika dia berminat membeli ruko itu.
“Kemudian, tanpa diperkenalkan dengan HS, Harjianto diajak S untuk menemui anak HS, yakni TR dan Notaris Makbul untuk melakukan Pengikatan Jual Beli Bangunan (PPJB) ruko di Hotel Sultan,, tanpa dihadiri oleh istri pak Harjanto ataupun surat kuasa” kata kuasa hukum Harjianto, Hendry Syahrial. Dan harga yg disepakati sebesar 4,5 M.
Beberapa hari setelahnya lanjut Hendry, S kembali ke rumah Harjianto, untuk meminta ttd surat kuasa dari istri pak Harjanto, sebagai syarat proses jual beli bangunan ruko.
Usai adanya kesepakatan tersebut, S kembali datang ke rumah Harjianto, untuk meminjam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), dengan alasan akan dicek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) oleh Notaris Makbul, sebelum dilaksanakannya jual-beli.
Namun kata Hendry, sertifikat HGB itu ternyata malah diberikan kepada HS, tanpa sepengetahuan Harjianto.
“Sejak saat itu sertifikat tersebut tidak kembali lagi kepada Harjianto sampai saat ini,” ujar dia.
Hendry menambahkan, sejak saat itu ruko milik kliennya tiba-tiba diketahui disewakan kepada Bank BNI selama 3 tahun, dan digunakan usaha anak HS selama 1 tahun untuk usaha Galery Foto.
Hingga pihak Kepolisian mengembalikan penguasaan ruko tsb kembali kepada pak Harijanto Latifah.
Padahal lanjut dia, HS maupun anaknya, TR tidak pernah menyelesaikan pembayaran atas ruko tersebut.
Hendry menuturkan, Harjianto beberapa kali membuat laporan polisi (LP) hingga Bareskrim Polri, namun semuanya tak ada hasil.
Hendry menduga hal itu terjadi lantaran HS merupakan mantan pejabat di kepolisian.
Guna memperjuangkan haknya, Harjianto kini membuat gugatan wanprestasi (lalai janji) terhadap HS, TR dan S ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam sidang perdata yang digelar pada Rabu (15/11/2023), pihak Harjianto menghadirkan saksi ahli hukum perdata, Profesor Doktor BF Sihombing.
Dalam keterangannya, Sihombing mengatakan, gugatan wanprestasi diatur dalam Pasal 14 dan 53 KUHPerdata.
Yang mana, dia meminta pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melakukan Peninjauan Setempat (PS), agar permasalahan menjadi terang benderang.
“Ketua dan Anggota Majelis saya sarankan untuk Peninjauan Setempat (PS), atau peninjauan lokasi, supaya objek perkara ini makin terang benderang jelas,” kata dia.
“Di mana objek tanahnya itu, bagaimana batas-batasnya, siapa yang menguasain fisik sampai saat ini, nah itu tindaklajutnya. Nah kesimpulan itu pada umumnya, baru putusan kalo tidak ada PS , tapi kalo ada PS , PS dulu baru putusan,” sambungnya.
Namun saat PS pada hari Jumat 15 Desember 2023 pukul 10 pagi, hakim dan rombongan hanya melihat sekilas dari luar tanpa memeriksa ke dalam ruko untuk memastikan siapa yg benar2 menguasai kunci n fisik gedung.
Terkesan hakim berat sebelah dan sudah memihak ke salah satu pihak.(*)