Batam, – Warga dan nelayan Kampung Terih, Sambau, Nongsa, Batam, Kepri menentang aktifitas reklamasi oleh PT Raja Sakti Cemerlang (RSC) tak jauh dari tempat tinggal mereka, Senin (3/7/23).
Warga pun menolak dan menghentikan aktifitas kendaraan berat pengangkut tanah yang berseliweran di sekitar pemukiman, lantaran membuat polusi udara yang dihirup oleh warga.
Pria yang paling vokal menentang aktifitas tersebut adalah Mustafa warga setempat. Ia mengkleim reklamasi oleh pihak perusahaan menganggu mata pencaharian nelayan, lantaran menutup aliran alur sungai yang bermuara ke laut.
“Selama ini, lokasi mata pencaharian nelayan kami sudah tercemar akibat penimbunan yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang dapat dikatakan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Mustofa menegaskan, kompensasi yang diberikan perusahaan tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan. Sikap perusahaan juga terkesan abai kepada warga setempat dengan aktifitas yang tengah digarap.
“Sudah bisa dipastikan hasil tangkapan nelayan berangsur berkurang semenjak dimulainya aktifitas ini. Mayoritas warga menolak pihak perusahaan melanjutkan reklamasi yang saat ini masih berlangsung,” katanya.
“Jika kami diberi pilihan, lebih baik tidak ada penimbunan. Biarkanlah hutan bakau tumbuh secara alami tanpa ada kerusakan. Kerugian yang kami alami sangat besar, dan kompensasi yang diberikan tidak sebanding dengan hilangnya hasil tangkapan,” tegasnya.
Ketua Akar Bhumi Indonesia (ABI), Soni Riyanto, menambahkan bahwa instansi terkait kurang tegas dalam menangani masalah ini. Ia menekankan bahwa lokasi proyek reklamasi tersebut merupakan kawasan mangrove yang dilindungi.
“Aparatur Kota Batam seharusnya telah menetapkan batasan dengan memasang garis kuning agar perusahaan tidak beraktivitas sebelum semua izin terpenuhi. Perda No 4 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup seharusnya lebih melindungi lingkungan dan masyarakat,” ungkap Soni.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah memverifikasi mengenai kasus reklamasi yang telah dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batam dan Gakkum KLHK, dengan nomor surat aduan No. 627/ABI-DLH BATAM/REKLAMASI-V/2023 tertanggal 8 Mei 2023 melaporkan dugaan reklamasi ilegal di Sei Ulu Panglong, Nongsa, Batam.
“DLH Batam saat ini sedang melakukan verifikasi lapangan terkait aduan tersebut dan sedang mengumpulkan data dan informasi terkait. Dinas terkait juga telah menghubungi beberapa masyarakat dari Rumpun Nelayan Bersatu Nongsa,” paparnya.
ABI juga menyoroti bahwa RDPU di DPRD Batam yang tidak melibatkan perusahaan pemilik proyek dapat dianggap tidak valid, ditambah lagi dengan ketidakhadiran perwakilan dari Direktorat Pengelolaan Lahan BP Batam.
Pihak pelaksana proyek pematangan lahan hanya diwakili oleh petugas lapangan, yang kapasitas dan pengetahuannya tidak memadai untuk menangani kasus yang melibatkan perusahaan. ABI juga tidak mengetahui apakah perwakilan perusahaan tersebut memiliki surat kuasa dari direksi.
“Pemerintah seolah-olah membiarkan terjadi “negosiasi gelap” yang merugikan lingkungan dan masa depan masyarakat,” tegasnya.(nan)